Wednesday 14 May 2008

About Me, Judge me by Yourself

Ingin tahu rasanya diajari oleh Tuhan? Ketahuilah bahwa Tuhan selalu mendisiplinkan anak2Nya, menjadikan mereka semakin disempurnakan di hadapan Allah. Aku hendak mengangkat kisah hidupku selama 24 tahun ini. Aku menulis terus terang dan apa adanya, aku tidak ingin bermaksud sombong, apalagi merendahkan orang. I just want to state the facts about me. Aku harap dengan semakin tahu siapa aku sebenarnya, tidak ada lagi salah paham, dsb.

ABOUT ME

Aku lahir sebagai anak pertama dari 4 bersaudara. Aku berada di tengah2 keluarga Kristen. Mereka sejak kecil mengajariku untuk rajin ke gereja dan berdoa. Aku beruntung berada di tengah2 keluarga kristen karena sedikit banyak itu membentuk dasar rohaniku. Didikan orang tuaku itulah yang selalu menemani tiap langkah hidupku, ada saatnya aku nakal dan ambil jalanku sendiri, tapi aku selalu kembali diingatkan oleh pendidikan yang kuterima dari mereka. Itu juga yang selalu menjadi peganganku. Meski aku keluar rumah bergaul dengan teman2ku, dengan lingkungan sekitarku, ajaran keluargaku sangat berbekas dihatiku. Aku tidak mudah untuk tergoda oleh rokok, minuman keras, judi, geng motor, mejeng dulu di parkiran ato mall (??), dsb.

Dan sebagai anak pertama, tanggungjawabku sejak kecil telah mulai ditumbuhkan oleh orang tuaku, mereka mendidikku lebih keras daripada adik2ku yang lain. Setiap aku bertengkar dengan adikku, adikku selalu punya senjata ampuh, yaitu menangis sekencang2nya, dan tanpa aling2, akulah yang bakalan dimarahi mamaku. Yang besar harus menjagai adiknya, jangan malah mengganggu mereka Tapi dari sini aku ditumbuhkan untuk punya sifat mengalah, melindungi adik2ku, menjaga adik2, dan yang terpenting, sifat tanggungjawab terhadap keluarga.

Saat aku nakal, kurungan kamar mandi menantiku, saat aku berbicara kasar, sambal pedas dirasakanku, saat aku merengek guling2an di supermarket, mamaku pergi meninggalkanku, saat aku bandel, lidi dan sisir akan berbekas di tubuhku. Tuhan mendisiplinkan aku lewat kedua orang tuaku. Seringkali aku melihat mamaku menangis setelah memukulku, atau saat dia mengurungku di kamar mandi, aku pun mendengar dia menangis di seberang pintu.

Dia lakukan itu demi aku, demi disiplinkan diriku, dan aku bangga punya orang tua seperti mereka. Mungkin mamaku tidak pernah membaca kitab Amsal ini, tapi Tuhan tanamkan itu di dirinya. Dia tidak pernah membiarkanku tumbuh besar dengan caraku sendiri, dia selalu ada untuk mendisiplinkanku. Thanks God for giving me such a great parents. Saat aku tidak mengharapkan apa2, tahu2 ada mainan baru, saat aku tidak ingin sepatu atau baju, tahu2 aku punya. Adakah orangtua yang tidak menyayangi anaknya?

Proverbs 13:24
Whoever spares the rod hates his son,but he who loves him is diligent to discipline him.

Proverbs 22:15
Folly is bound up in the heart of a child, but the rod of discipline drives it far from him.

Proverbs 29:15
The rod and reproof give wisdom,but a child left to himself brings shame to his mother.

Saat aku kecil, aku harus selalu meminta terlebih dahulu baru diberikan, aku mengerti alasan orangtuaku, karena kita bukanlah dari keluarga berlebih, bukan karena mereka tidak mau memberi, tapi karena banyak hal yang harus lebih didahulukan. Latar belakangku adalah keluarga sederhana, papaku kerja di bank 32 tahun, rumahku awalnya tipe bangunan BTN, dibeli ketika sekelilingnya masih tanah kosong, dari situ pelan2 kami membangun.

Aku belajar untuk menerima itu dan mengerti bagaimana rasanya hidup tidak berlebih, bagaimana rasanya menunggu, bagaimana rasanya bersabar. Pernah saking inginnya aku akan suatu barang, aku ingat bahwa dulu di susu Sustagen ada action figure, aku bahkan nekat mengambil action figure itu dengan cara membolongi plastiknya, tanpa sepengetahuan orangtuaku. Atau saat musim kartu DragonBall, 1 lembarnya 1000 rupiah, aku mulai mencuri uang dari orangtuaku. Tapi lagi2 Tuhan tidak tinggal diam dan Ia mengajariku, perbuatanku tertangkap mamaku, dan sejak itu aku tidak pernah mau mencuri lagi.

Di SD, prestasiku awalnya buruk, aku ranking 27 waktu kelas 1 SD cawu 1, kemudian cawu 2 menjadi ranking 18, dan cawu 3 menjadi ranking 3.5 (aneh, alesannya ada 2 orang yang nilainya sama). Aku pun tidak mengerti hingga saat ini, mengapa bisa begitu. Benar2 mujizat. Tapi dari situ, aku juga semakin menyadari jiwa kompetitifku, aku tidak mau nilaiku kalah oleh teman2ku, aku ingin menjadi urutan atas di kelas. Aku jadi rajin belajar dan membaca, dan itu berbekas terus hingga sekarang. Aku tidak pernah terlempar dari 10 besar selama sekolah dulu. Pendidikan yang aku tempuh pun bisa dikatakan unggulan, meski kita bukan keluarga berlebih, tapi orangtuaku selalu masukkan aku ke sekolah2 yang bagus, tidak pernah sembarangan memilih sekolah, dan jadilah aku seperti sekarang. Cukup kuat dasar logika berpikirnya dan tidak salah memilih teman.

Saat SMP, untuk bisa naik motor, aku merengek terus untuk dibelikan motor dan akhirnya dengan motor merah yang harus didorong dahulu baru jalan, aku belajar. Aku semakin pintar mengendarai motor, dan mulai senang dengan yang namanya kecepatan. Motorku pun berganti menjadi motor 2 tak, aku mengalami berkali2 kecelakaan, minimal 3 kali yang benar2 parah. Pertama, bagian sekitar jempol tangan kiriku patah, digips 2 bulan. Kedua, dua gigi depanku patah, dan daguku butuh banyak jahitan, itu kecelakaan terparahku. Ketiga, tangan kiriku patah di bagian pergelangan tangan, digips kembali 2 bulan. Apa yang Tuhan mau? Tuhan mau aku sadar bahwa merengek2 itu tidak baik, bahwa mungkin aku saat itu masih belum cukup matang, cukup dewasa untuk mengendarai motor, dan akibatnya aku terus2an kecelakaan. Alesannya simple, karena aku senang ngebut2an dan gampang naik darah, begitu ada orang yang nyolot, pengen aku balap. And, I had accidents. Sekarang, aku tentunya belajar dari pengalaman buruk tersebut, untuk apa aku ngebut, untuk apa aku gampang panas. Mending manas2in orang untuk deket sama Tuhan.

Untuk bisa menyetir mobil, aku kembali harus sedikit memaksa, dan akhirnya mereka mengijinkanku kursus mobil, tapi tetap saja setelah kursus mobil tamat, mereka masih ketakutan untuk memberikan mobil kepadaku, saat mereka pergi ke gereja, aku ambil kunci mobil dan mengemudikannya ke rumah saudaraku. Aku benar2 keras kepala dan apa yang aku ingini harus aku dapat. No one can stand against me. Tapi dari sini aku belajar apa yang namanya tanggungjawab, semakin besar kepercayaan yang diberikan, semakin besar tanggungjawabnya. Aku sangat hati2 dengan mobilku, bagiku lebih baik tubuhku yang baret, luka2, daripada mobilku kenapa2. Namun lagi2 orangtuaku kubuat kuatir, mobilku pun tidak lepas dari proses pembelajaranku, minimal sudah 4 kali aku mengalami mobil baret, penyok, dan untungnya tidak pernah nabrak orang, hanya nyerempet motor. Hohoho...

Saat kuliah, teman2ku kebanyakan anak luar kota, mereka termasuk orang berada, dan aku hanya cukup, aku ingat HP pertamaku adalah 5110 hasil warisan saudaraku. Itu pun saat versi2 lainnya sudah banyak beredar. Kemudian aku ganti 8250, papaku dapet rejeki, hadiah tahunan dari banknya, aku bawa terus hingga ke jerman sini, sayang HP itu sekarang sudah rusak. Tapi aku disini diajari Tuhan untuk bisa menahan diri, saat temen2 yang lain bersenang2 dengan hobinya, modif mobil, modif audio, minum kopi mahal, aku hanya setia dengan motorku dan duduk bengong di cafe menemani mereka. Tuhan lagi2 mengajariku untuk selalu melihat ke bawah, masih banyak orang yang lebih kasihan hidupnya daripada diriku. Tuhan ajari aku untuk disiplin dan pintar mengatur uang jajanku. Jika aku salah perhitungan, aku musti puasa tidak makan, karena tidak ada uang.

Saat berkendaraan motor pulang kuliah, aku kadang2 sering malas jalan memutar, aku masuk ke jalan yang ada lambang verboden khusus penghuni, biasanya aman. Tapi kadang aku kena tilang sama polisi yang suka sembunyi, tahu2 begitu diliat ada mangsa, dia loncat menerkam, dia bilang ini 'operasi bajing luncat'. Halah, bener2 kayak bajing (tupai). Pertama aku takut, semua uangku aku serahkan, lama2 aku makin pintar, bahkan sampe satu waktu, aku berhasil minta kembalian sama polisi (jaman dulu loh, hukum masih longgar), soalnya di dompetku hanya ada 50 rb dan aku nego dulu biar ampe 20 rb, baru keluarkan uang 50 rb ku, minta kembalian. Hahaha.. lucu kalau diinget2 lagi, terlebih waktu itu masih pagi, dia belum punya banyak uang, aku malah suruh dia tukeran duit dulu sama temannya yang lagi jaga lalu lintas. Hehehe. Tapi aku tahu, bahwa itu perbuatan salah, aku tidak akan melakukannya lagi. Lewat kejadian itu Tuhan ajari aku bagaimana bernegosiasi, menghadapi orang, dsb. Tuhan ingin aku lebih terbuka terhadap orang2, aku yang dahulu kuper, penakut, Tuhan ajari aku soal boldness.

Saat2 kuliah, aku punya seorang pacar, aku pacaran selama setahun setengah, dan selama itu aku ikut dia ke gereja katolik, menemaninya, disana aku banyak belajar soal gereja katolik, dan Tuhan mempersiapkanku untuk misi pelayananku kelak. Aku bahkan sempat ikutan maju terima hosti dengan tangan yang salah. Hahaha..Selama itu juga, aku mengajar di bimbel, meski gajinya kalah sama ongkos bensin, tapi aku belajar bagaimana menjadi seorang guru yang baik, bagaimana mengarahkan pola pikir murid2, bagaimana tiap2 orang punya kemampuan yang berbeda dan perlu penanganan sendiri2. Itu adalah pengalaman yang sangat berguna.

Setelah kuliah tamat, aku belajar 3 bahasa, Inggris, Jerman, Mandarin, sambil persiapan melamar kerja atau aplikasi Master di Jerman. Semua itu gara2 sifat ambisiusku, aku bosan dengan hidup pas2anku, dahulu jika aku ingin sesuatu dan minta kepada orangtuaku, aku harus menunggu giliran, menunggu mereka dapat berkat dulu, dsb. Hal itu terus memacuku untuk menjadi orang berhasil. Semua cara untuk tingkatin potensi diri, aku ambil, aku juga sering baca2 buku personal management, rich dad poor dad, dsb.

Semuanya membuatku stress, belum lagi aku magang di perusahaan saham selama beberapa bulan, karena dipikiranku, resiko besar, untung pun besar. Aku ingin cepat2 kaya saat itu, aku teriak pada kehidupan, sampai kapan aku ada di bawah terus. Tuhan, aku capek, kenapa aku diciptakan seperti ini? Engkau tidak adil, teman2ku, mereka hidup tidak jauh lebih baik daripadaku, tapi kenapa mereka bisa hidup enak dan serba berkecukupan, sedangkan aku harus terus di posisi ini.

Aku bekerja di perusahaan itu dan ketemu banyak teman baru, dan wawasanku semakin luas, yang awalnya berkutat di bangku kuliahan saja, sekarang aku masuk dunia pekerjaan profesional, dan money is everything. Di kerjaan saham ini, aku pun belajar bahwa mental, kerakusan, kesabaran, sangat besar pengaruhnya terhadap kesuksesan orang. Dengan melihat teman2 yang terjun langsung pun, aku menyadari betapa mengerikannya permainan ini, dan dikhususkan untuk orang bermental baja, bukan untuk orang rakus, atau gampang panas. Tuhan lagi2 mengajariku soal yang namanya ambisi, soal kesetiaan dalam proses, bukan hanya berfokus dan melihat hasil akhir. Aku juga belajar soal marketing, soal berhubungan dengan teman sebaya, tanpa pandang suku bangsa. Disitu aku banyak berteman dengan orang2 lokal. Sekarang aku tidak pernah membedakan itu lagi. Aku pun orang Indonesia, bukan orang keturunan. I hate racist. Disitu aku melihat bahwa kebanyakan orang2nya hanya ingin untung langsung besar, dan akhirnya banyak yang kecele. Tuhan ajari aku satu hal penting disana, yaitu untuk setia dalam perkara kecil, maka perkara besar akan dipercayakan kepadamu.

Saat itu pun aku sibuk mencari2 kerjaan, aku pun pernah ikut berjualan di pasar bersama dengan oomku, bangun jam 3 pagi, berjualan di pasar rakyat hingga jam 5 sore toko baru tutup, disitu aku belajar berinteraksi dengan orang2 golongan pasar kaki lima dan orang2 kecil, aku kagum dengan bagaimana mereka berjuang hidup, dan aku pun belajar bahwa orang2 itu tidak terlalu mementingkan harga, melainkan kepuasan hati. Oomku jualannya ceria, banyak bercanda, dan pembeli pun tidak pernah habis2nya datang. Ada pengalaman tersendiri yang aku dapat dari situ. Aku pun belajar yang namanya kerendahan hati dan bergaul dengan sesama itu menyenangkan. Setiap orang mau sekeras apapun, selama kita bisa sentuh hati terdalamnya, mereka akan mengasihi kita balik. Aku diajari untuk tidak menjadi egois, dan memikirkan diri sendiri, melainkan berinteraksi dengan mereka. Banyak hal yang selama ini aku lewatkan dan aku bersyukur Tuhan ijinkan aku mengalaminya.

Dalam persiapanku ke Jerman, aku ikut sekolah bahasa, tapi karena masih belum ada kepastian jawaban dari Uni Dortmund, akupun sambil melamar2 kerjaan. Di pikiranku, seandainya aku keterima kerjaan dengan gaji lumayan, aku akan tinggalkan niatku ke Jerman. Tapi ternyata Tuhan tidak mengijinkan itu, setiap proses lamaran kerjaku gagal di bagian wawancara. Aku mungkin terlalu polos, tapi aku tidak menyesalinya, dan aku akan selalu berbicara apa adanya. Saat ditanya HRDnya, jika aku punya 2 kerjaan bersamaan, usaha sendiri dengan gaji 100 juta, dan juga kerja di perusahaannya juga gajinya 100 juta, aku akan pilih yang mana? Tanpa basa basi, aku jawab, aku mau pensiun dini. 200 juta per bulan, ngapain masih kerja? Kerja setaun uda 2.4 miliar. Aku belajar untuk selalu berbicara apa adanya, aku adalah aku.

Di kelas bahasa Mandarin, Tuhan pertemukan aku dengan seorang gadis yang sekarang jadi pacarku, Lenna, dia banyak support selama aku disini, ia mau mengerti sifat kerasku, dan mampu mengimbangiku, tapi kadang ia pun sama2 keras dan dari situ aku banyak belajar untuk saling menghargai dan mengerti satu sama lain. Belajar untuk menjaga kepercayaan yang telah dia berikan kepadaku, untuk tidak menyakiti perasaannya dengan mencari cewe lain. Hal itu juga yang menjaga diriku tetap bersih dihadapan Tuhan.

Hidupku hingga saat itu masih jauh dari Tuhan, tapi Tuhan telah persiapkan jalanku. Meski sebenarnya peluang keterima di Jerman sangat kecil, aku tetap usahakan kemari, kebetulan waktu itu harus tes TOEFL dan GRE.. Aku memutuskan untuk belajar sendiri karena mahal biayanya, bahkan untuk 2 tes itu saja sudah keluar 3 juta, dan aku les Goethe 4 juta, masihkah aku harus meminta uang dari mereka? Aku putuskan untuk belajar sendiri dari buku Barron, dan akhirnya TOEFLku 233, tepat sedikit diatas persyaratan 230. Dan GRE aku hanya unggul di quantitative saja, tapi somehow, Tuhan ijinkan aku ke Jerman. Ada perasaan senang, bangga, sekaligus kuatir. Aku punya kesempatan ke Jerman, tapi orangtuaku dananya terbatas. Mereka sepakat untuk menjaminkan sertifikat rumah satu2nya ke bank, karena mereka mempercayaiku sepenuh hati. Mereka bertaruh masa depan sekeluarga melalui diriku, kalau aku gagal, kita sekeluarga tidak punya rumah, kalau aku berhasil pun, masa depan kami pun masih belum tentu cerah.

Tapi aku beruntung mereka bersedia mengirimku ke Jerman, meski aku tahu itu berat bagi keluargaku, tapi disini aku mendapatkan hal yang paling berharga sepanjang hidupku. Pengalaman2 dan kerasnya kultur Jerman membentuk karakterku, hingga aku pun menjadi tegar. Tidak seperti mencari pekerjaan, jalanku ke Jerman begitu mulus, lulus GRE, TOEFL, keterima Uni, ngurus ijin visa langsung dapat, sampai di bandara Dusseldorf, aku telah dijemput oleh temanku, Kyra, yang aku sebelumnya sama sekali tidak pernah kenal, dan rumah tempat aku tinggalpun telah dicarikan oleh Yudi. Itu adalah pengalaman pertama aku terbang, dan aku langsung terbang jauh dengan tidak ada kenalan satupun di negara tujuanku. Proses adaptasiku banyak dibantu oleh mereka berdua, kebetulan kamar kita sebelahan, mereka benar2 seperti keluarga sendiri buatku. Datang dari Indo, seperti orang Indo kebanyakan, masih aktif mencari2 gereja, tapi aku tidak menemukannya, aku coba ke gereja Katolik dekat rumah, tapi isinya orang tua semua dan berbahasa Jerman.

Semester pertama, aku habiskan dengan banyak belajar dan berdiam diri di kamar. Aku mulai membiasakan diri membaca Alkitab, namun saat itu aku tidak mengerti apa maunya Tuhan. Membaca alkitab pun hanya seperti membaca textbook. Tapi di kesendirianku itulah, aku kangen akan gerejaku di Indo, temen2 persekutuanku, aku mulai terus mencari Tuhan. Pencarianku akan Tuhan semakin lama semakin besar, aku merasa bahwa aku butuh Tuhan.

Apalagi Jerman begitu menarik, begitu menggoda, cewe2nya pun jauh lebih agresif daripada di Indo, tapi dengan status aku yang in relationship, hingga kini pun, aku masih mampu menjaga diriku. Dan selama proses berhubungan jarak jauh ini, Tuhan pelan2 dealing dengan nafsu anak mudaku yang tadinya menggebu2, sekarang pelan2 mati, yang tadinya tidak tahan untuk tidak masturbasi atau melihat film2 porno, Tuhan terus papas itu habis, memang aku akui, kadang aku lemah dan jatuh, tapi aku merasa begitu bersalah dihadapan Tuhan, hingga akhirnya aku bisa menguasai diriku sendiri dari film2 begitu, bagiku sekarang, aku seperti melihat binatang sedang kawin, begitu menjijikan.

Semester kedua, waktuku pun banyak habis oleh belajar dan kuliah, aku percaya bahwa Tuhan punya rencana indah untukku, aku ambil hampir semua mata kuliah yang ditawarkan dan semuanya lulus, Tuhan benar2 memberkati prestasi akademisku, di semester 2 inilah aku mulai disentuh Tuhan melalui teman sekelasku, dan di semester inilah aku berikan hidupku sepenuhnya untuk Tuhan. Pelan2 aku mulai belajar mencintai Tuhan, membangun hubungan pribadi dengan Tuhan, aku senang mendengar firman Tuhan, aku bisa menghabiskan waktu berjam2 di kamar teman pendetaku ini membahas firman, kebetulan kami sama2 student, dan ia adalah pendeta, misinya hendak mengadakan persekutuan atau gereja di Jerman. Sampai saat ini teman2 yang datang bergantian, keluar masuk orang2 baru, tapi akulah jemaat tetapnya. Aku melihat bahwa temanku ini mempunyai sesuatu yang lain, ia sangat kuat dasar imannya, dan aku banyak belajar darinya. Ia banyak membimbingku dalam Tuhan.

Aku pribadi pun sangat bersemangat untuk membaca Alkitab, I spent hours. Aku tahu, Tuhan sedang persiapkan aku yang masih bayi rohani ini untuk tidak gampang tersesat atau disesatkan. Tuhan banyak menegur aku di tahap2 awal ini, aku benar2 diubahkan karakternya. Aku pelan2 semakin mencintaiNya dan bersemangat di dalamNya.

Semester 1 dan 2 ini, aku kebut semua pelajaran aku, hingga yang seharusnya masih ada pelajaran untuk semester 3, aku sudah penuhi, bahkan berlebih banyak. Tuhan atur aku biar begitu, sehingga semester 3 aku dapat bekerja tanpa kuatir soal kuliahan. Saat itu aku tidak tahu harus kemana mencari kerja, bahasa jermanku pun sangat minim sehingga aku menemui kesulitan untuk bekerja disini. Tapi lagi2 Tuhan punya rencanaNya sendiri, Ia koneksikan aku dengan Shanny yang telah bekerja di sebuah pabrik, Shanny kemudian membantu mengenalkan diriku pada Bosnya dan aku diterima kerja. Waktu itu adalah September 2007. Aku sebelumnya sudah memprediksi jika aku tidak bekerja, uangku akan habis Februari 2008. Tapi dengan pekerjaan ini, aku dapat memperpanjang waktu tinggalku di Jerman dengan usahaku sendiri, dan aku tidak lagi perlu bergantung pada kiriman uang dari orangtuaku.

Dalam pekerjaanku pun, Tuhan mengajariku banyak hal, kerjaanku kerjaan sortir2 dan packaging. Aku diajari Tuhan untuk mampu berkonsentrasi untuk waktu yang lama, untuk bekerja dengan cepat dan rapi, melatih juga tubuh fisikku, kadang kerjanya santai, kadang kerjanya sangat berat, mengangkut2 box besar. Tapi Tuhan benar2 melatih ketelitianku disitu, aku yang tadinya tidak begitu senang hal2 detail dan simple, Tuhan ajari aku untuk mau berurusan dengan itu. Awalnya aku banyak mengalami kesulitan, tapi sekarang, bosnya menyukai hasil pekerjaanku. Dan hingga saat ini, aku masih bekerja disana. Bosku ini bos yang sangat efisien namun bisa dikatakan dia kikir, dan aku melihat banyak pekerjanya yang mulai menggerutu di belakangnya. Aku belajar lagi satu hal disini, bagaimana seharusnya memimpin orang, kasih itu nomor satu, tapi kasih doank tidak cukup, kita juga harus tegas.

Semester 3 ini ada yang namanya Group Project, Tuhan benar2 membentuk diriku disini, aku semakin mengetahui karakterku. Tuhan ajari aku untuk berurusan dengan orang lain, dengan teman2 internationalku, Tuhan bentuk karakterku pelan2. Aku yang awalnya seorang single fighter, selalu mengandalkan diriku sendiri, begitu sombong, anggap orang lain kemampuan akademisnya dibawahku, Tuhan ajari aku terus. Aku juga sering berurusan dengan teman segroupku yang malas, dimana aku yang awalnya tidak mampu marah2, aku menjadi sangat frontal. Aku ngomong terus terang apa yang ada di pikiranku terhadap dia. Kultur jerman sangat mempengaruhiku. Aku belajar bagaimana caranya berurusan dengan orang malas dan bebal, cara kasih, cara pelan2, it won't work. Yes, at first he felt offensed, we argued each others, but now? We are good friends. We are so solid.

Di Indo, aku sadar bahwa orang2nya cenderung simpan semua dalam hati, marah pun dipendam2, hingga akhirnya ketika meledak, tidak tertahan lagi, dan sangat menyakitkan. Sedangkan di Jerman, orang marah hanya saat itu saja, sesudahnya hati mereka sama2 tenang. Dan aku prefer kultur sini. Ngomong apa adanya, tapi setelahnya hati plong, daripada mendendam, tidak baik untuk kesehatan. Lihatlah bagaimana majikan yang hendak memecat karyawannya, dia takut berbicara langsung, yang ada di kurangi tugas2nya, alihkan ke orang lain, beri dia bagian yang tidak berguna, tidak dianggap, sehingga akhirnya sadar sendiri dan mengundurkan diri. Is that right? Nope, itu hanya menumpuk dendam di hati seseorang. Berbeda dengan bosku disini, jika ada pekerjanya yang bercanda atau tidak serius, dia suruh pulang langsung saat itu juga, tapi beberapa hari kemudian, dia panggil kembali orang itu, dan ia telah menjadi pegawai yang berbeda, ia menjadi sangat rajin dan gesit.

Bukan aku yang ignorant mengenai personality masyarakat indo, senang hal yang lunak2, makin lama makin kuat intensitasnya, hingga akhirnya benar2 menyakitkan, tapi aku pikir, cepat lambat, hal tersebut akan menyakitkan, kenapa harus spend time lebih utk memupuk pelan2, toh akhirnya sama, mereka harus dibentak dahulu agar sadar.

Di group project ini Tuhan ajari aku soal kasih. Dari pengalaman2 senior sebelumnya, Group Project adalah ajang bunuh2an. Karena ibarat kue pie, begitulah nilai kami nanti. Kita sama2 bekerja bareng, tapi kita juga sama2 bersaing untuk mendapat bagian terbesar. Sebab jika ada orang yang mendapat bagian terbesar, akan ada pula yang mendapat bagian terkecil. Awalnya aku berusaha melindungi diriku sendiri. Aku tutup2i semua kemampuan dan hasil kerjaku. Tapi lagi2 Tuhan punya rencanaNya sendiri, Ia taruh aku satu group dengan teman pendetaku, ia banyak mengarahkanku bahwa hari esok itu tidak ditentukan dari nilai yang tertera di ijazah. Ada orang pintar, tapi saat bekerja, ia posisinya lebih rendah daripada temannya yang biasa2 aja. Ia mengajarkanku untuk saling bahu membahu, yang kuat menolong yang lemah. Dan begitulah group kami. Group ini menjadi group terbaik di angkatan, dan distribusi nilainya pun merata antara yang tertinggi dan yang terendah hanya berbeda sangat sedikit. Sedangkan group2 lainnya gapnya begitu besar, dan setelah beres group project ini, mereka saling tidak menyapa. Namun diriku? Aku punya teman2 dari Nigeria, Pakistan, India, Vietnam, Iran, Turki, Cina, Nepal, mereka semua teman2 terbaikku. Setelah group ini berakhir pun, kami masih saling kontak2. O, my God...your love satisfied me.

Lewat group project ini juga, aku mengetahui karakterku, bahwa aku choleric dominant, dan jika aku telah mempunyai satu pegangan dan aku sangat yakin akan hal itu, meski professor menentang, meski 7 teman2ku yang lain menentang, aku tidak takut, aku malah mencoba untuk meyakinkan mereka satu persatu, dan bukannya aku ingin boasting, tapi hasil group project ini, adalah ide yang aku ajukan sejak awal, yang semua orang tentang, tapi in the end, semua orang puas dan professor pun sangat setuju. Orang boleh datang bawa argumen kepadaku, dan aku akan mendengarkannya, tapi jika dirasakan ideku lebih baik, sorry, argumenmu akan aku simpan, tapi aku tidak akan bergeming, itu adalah prinsip yang akan selalu aku pegang. Dalam group project itu, aku belajar untuk mendengarkan, aku pun banyak dibentuk dari situ, masalah2 yang tidak prinsipal bertentangan dengan dasarku, aku bisa menerima dan melakukannya dengan senang hati. Tapi kalau soal prinsipal, let's us reason together first.

Sekarang di semester terakhirku di Jerman, Tuhan benar2 dealing with me. Dia ijinkan ada masalah di keluargaku, kami kena kasus pembobolan bank papaku sebesar 4 M, rumah, mobil, harta kamu semua diambil, hidup kamu bergantung dari Tuhan dan bantuan sekitar kami, untuk lebih jelasnya aku telah tulis dalam http://alvindaily.blogspot.com/2008/04/my-familys-big-testimony.html. Tapi akhirnya aku menyadari bahwa Tuhan telah menyediakan setiap jalan keluar untuk masalahku, aku bekerja sejak September 2007, dan November 2007, papaku kehilangan pekerjaannya. Bayangkan jika aku tidak bekerja saat itu, dengan apakah aku makan? Tuhan itu sangat baik, my friends. Ia selalu mencukupkan dan tahu saat yang terbaik. Mamaku tidak mau cerita soal kejadian di rumah selama hampir 6 bulan, dan saat ia cerita, saat itu adalah ulang tahun aku yang pertama dengan Tuhan, bukannya aku hancur, tapi malah aku menguatkan orang2 rumahku. Sebelum papaku kehilangan pekerjaan, Tuhan telah meneguhkanku untuk menjadi pelayanNya, Tuhan tanamkan visi untuk balik ke Indonesia dan melayani disana.

Meski kerabat2ku di Indo sebenarnya lebih berharap aku bekerja diluar dahulu untuk bantu keluargaku, aku yakinkan mereka bahwa sebelum aku pulang ke Indo semuanya akan kembali normal dan aku tegaskan bahwa aku ingin melayani di Indo. Saat aku mengetahui kondisi keluargaku, aku berteriak dalam hatiku kepada Tuhan, memintaNya untuk segera bertindak, dan Ia datang personally, memberiku ketenangan, aku mendapatkan lawatan kemuliaanNya, dan bebanku diangkatNya. Sejak saat itu, aku begitu tenang mengenai masalah keluargaku, karena aku mempunyai blessed assurance dari Tuhan. Aku pun mencapai level rohani yang lebih tinggi dari sebelumnya, hubungan aku dengan Tuhan menjadi semakin dekat, aku sekarang selalu mampu merasakan kehadiranNya, aku tahu bagaimana caranya berdoa. Dan Ia benar2 nyata menemaniku berdoa. Rohku, dengan bantuan Roh KudusNya dapat berkomunikasi dengan RohNya. Itulah yang menjadi alasanku menulis blog ini, agar kamu pun mampu mengalaminya. Aku tidak memintamu untuk percaya semua yang aku tulis, tapi aku hanya mengarahkanmu untuk cari Tuhan yang benar, Tuhan yang hidup. Tuhan benar2 membentuk aku melalui peristiwa keluargaku ini.

Tuhan ajariku bahwa harta, teman, dsb semuanya bisa hilang, hanya Tuhanlah yang setia. Aku menjadi giat membaca Alkitab, berdoa, berpuasa, dan menguatkan keluargaku melalui blogku. Aku pun menemukan bahwa melalui blogku ini, aku dapat membagi2 pengetahuanku akan Tuhan. Makin hari, hubunganku dengan Tuhan terus terbangun, apa yang aku tulis kepadamu ini mengalir dengan sendirinya, aku tidak pernah membuat kerangka tulisan dan sebagainya, aku bahkan sebelumnya tidak menyukai menulis. Namun kini, aku semakin mampu melihat dengan jelas panggilanku, dan aku tahu bahwa tujuan utamaku dikirim ke Jerman adalah untuk mengenal Tuhan, gelar MSc adalah bonus. Melalui Chemical Engineering, Tuhan kasih aku jalan untuk ke Jerman, melalui itu juga, Tuhan bentuk cara berpikir aku, agar tidak berbelit, tapi to the point.

Tuhan pun sepertinya telah mengarahkan ambisi pribadiku untuk menjadi pelayanNya. Aku tidak lagi punya ambisi pribadi. Keinginan untuk punya rumah mewah, mobil mewah, makan2an enak, jalan2 ke luar negeri, beli barang2 kebutuhan tersier, itu semua telah mati. Aku tidak butuh kaya, aku hanya ingin melihat orang2 terbantu oleh perbuatan tanganku, aku tidak perlu makan makanan enak, karena lidahku tidak tahu kenapa, pommes 3€ dan pommes 1€ rasanya sama saja di mulutku.

Soal barang2 mewah, aku punya komputer yang aku sayangi, tapi gara2 kesalahan bodohku, LCD komputerku berbintik, dan harganya turun jauh, disini aku belajar bahwa semuanya itu bisa diambil dariku, semuanya itu tidak kekal, dan aku seharusnya tidak menaruh harapan disitu.

Soal nafsu sex-ku, soal kesukaanku liat film porno, aku dengan lantang berkata ke Tuhan untuk dealing personally with me, aku vowed to Him jika aku melihat dengan nafsu selama lebih dari 30 detik terhadap film2 begituan, butakan mataku selama 3 hari, agar aku belajar untuk tidak melakukan itu lagi. Aku tidak memintamu mengikuti komitmenku, ini adalah komitmen pribadiku, karena aku akui, ini adalah dorongan terbesar aku untuk jauh dari Tuhan. Aku telah berusaha sekuat tenaga untuk menghilangkannya, tapi tidak berhasil2, tapi dengan aku berkomitmen demikian, aku benar2 takut. Tuhan ajarkan jika matamu membuatmu berdosa, cungkillah, jika tanganmu membuatmu berdosa, potonglah. Aku sekali lagi berkata bahwa ini adalah komitmen pribadi.

Soal sifatku yang punya pride yang tinggi, aku bilang ke Tuhan, untuk angkat aku pelan2, dan kalau ntar Dia bakalan angkat tinggi aku, mungkin aku akan lengah, aku minta Dia pukul aku sekencang2nya, dan jika aku tetap memilih untuk tidak lagi berserah penuh kepadaNya melainkan bangga akan diriku, ambil nyawaku sebelum aku backsliding. Aku pilih mati muda dalam Tuhan daripada panjang umur tapi jauh dari Tuhan.

Inilah yang sejauh ini aku dapatkan selama aku hidup. Masih ada banyak pengalaman indah yang menantiku di depan sana. Tapi selama setahun terakhir ini, Tuhan benar2 memapas habis karakter2 burukku, sifat2 burukku. Aku harap kamu pun mau dibentuk oleh Tuhan, disempurnakan oleh Tuhan untuk menjadi alat ditanganNya. Aku benar2 ingin supaya kelak di Indo nanti, kita dapat bekerja bersama2 di ladangNya Tuhan. Tuhan memberkatimu

No comments: