My friends, pernah ga terpikir pertanyaan seperti itu? Bayangin aja… di zaman yang serba cepat, serba instan, serba mudah koq orang-orang malah semakin kekurangan waktu.
Istri-istri pada mengeluh, “Suamiku telah banyak berubah. Dulu waktu pacaran dia rela nungguin aku seharian penuh, sekarang setelah menikah… Jangankan seharian penuh, 2 jam private moment aja uda ga ada untukku. Kita ga pernah lagi punya waktu untuk bicara dari hati ke hati kayak dulu. Alesannya: ada urusan mendesak lah, ada meeting lah, ada dinas luar kota lah, dsb.”
Anak-anak juga protes, “Papa mamaku selalu sibuk bekerja, tiap hari mereka nyari uang ampe lupa waktu. Aku bangun tidur, mereka uda berangkat kerja, aku tertidur, mereka belon pulang. Mereka ga punya waktu untukku.”
Suami-suami juga ga kalah sewot, “Istriku waktu awal-awal menikah, orangnya menyenangkan. Dia seneng masak di dapur, suka ngasih teh anget begitu aku pulang, siapin bak mandi, dll. Tapi sekarang? Dia sibuk ngurusin sinetron dan acara gosipnya. Dia ga punya waktu lagi untukku.”
Temen-temen juga kalo diajakin ngumpul ato maen bareng sering jawab, “Sori, schedule gua uda full, gua uda ada janji sama orang laen. Laen kali aja ya.” Waktu tiap-tiap orang tuh kayaknya berharga banget, kayaknya sehari 24 jam itu kurang. Pernah ngerasain yang begitu? Menyedihkan bukan?
Coba deh bandingin keanehan ini dengan cara hidup orang zaman dulu. Alkisah di zaman baheula di suatu daerah di Bandung ada seorang pengusaha bernama Pa Budi. Suatu hari ia hendak mengadakan perjanjian bisnis dengan seseorang di Surabaya. Waktu itu masih belum ada mobil, kereta api, apalagi pesawat terbang; kemana-mana dia harus naek kuda. Karena perjanjian ini begitu penting, maka pagi-pagi buta dia telah mulai menempuh perjalanan Bandung-Surabaya. Anggep aja butuh waktu 6 hari perjalanan, trus di Surabaya karena satu dua hal dibutuhkan waktu 2 hari untuk tandatangan perjanjian dan setelah semuanya selesai, pulanglah Pa Budi kembali ke Bandung yang mana kembali dibutuhkan 6 hari lagi. My friends, bisa kalian bayangkan jaman dulu untuk urusan bisnis Bandung-Surabaya dibutuhkan 14 hari. Tapi coba sekarang… di zaman yang serba canggih dan express ini… ada computer, email, internet, fax, telepon… urusan seperti itu bisa selesai dalam 30 menit doank…tinggal kirim email, di-print, ditandatangani, kemudian di-fax deh, urusan beres. Jadi seharusnya manusia modern tuh (dalam hal ini) punya kelebihan waktu 13 hari 23 jam 30 menit dibanding manusia kuno. Tapi ternyata? Ga ada tuh… waktu berasanya selalu kurang. “Gua ga punya waktu” adalah kata-kata yang paling sering terdengar.
Kasus lain: Bu Budi barusan nerima gaji suaminya. Dia uda lama pengen beli baju, sepatu, peralatan dapur juga peralatan mandi. Jadinya? Pagi-pagi dia beli sepatu di Cibaduyut, siangnya ke Cihampelas beli baju, selanjutnya meluncur ke Dalem Kaum beli peralatan dapur dan peralatan mandi. Bisa kalian bayangkan gimana rasanya idup di zaman dulu? Harus pindah dari satu tempat ke tempat lain karena belum zamannya one stop shopping kayak sekarang. Dulu, untuk beli kebutuhan pokok aja butuh waktu seharian, tapi sekarang? Tinggal pergi ke Giant ato Carrefour, muter-muter disana, 2 jam semuanya bisa kebeli. Seharusnya ada penghematan waktu yang cukup signifikan bukan? Tapi kemana larinya waktu itu? Koq masih sempet-sempetnya ada orang yang bilang “Maaf, saya sedang sibuk, tidak punya waktu.”
Berasa ga sih adanya suatu tenaga yang besar yang selalu nyuruh kita bergerak, jangan diam, trus bekerja, dia trus bisikin “go, go, go” ke telinga kita… sampe-sampe kita ga bisa duduk diam, ngobrol santai bareng orang-orang yang kita kasihi, bicara dari hati ke hati, berbagi kasih, dll. Anehnya, orang-orang zaman sekarang, bukan hanya ga punya waktu untuk orang-orang di sekitarnya, bahkan untuk dirinya sendiri pun dia ga punya waktu. Jadi kalo uda begitu sih, jangan harap dia punya waktu untuk Tuhan Penciptanya. Ga pernah berdoa, ga pernah bersekutu, ga pernah saat teduh, ga pernah baca Alkitab, dll. Alesannya ya sekali lagi, “Gua sibuk!! Laen kali aja”
Kalau kita peka dengan kondisi kita sekarang, tenaga yang besar itu sama seperti tenaga yang terdapat dalam rokok, film porno, minuman keras, narkoba, gossip, uang, dll. Meski hanya sekedar benda mati yang ga ada nafasnya, tapi rokok dengan ukuran sekitar 8 cm, terbuat dari tembakau dan kertas sanggup menumbangkan seorang pria paling gagah sekalipun. Pria ini dengan kekuatannya mampu menghajar 5 orang dengan tangan kosong, tapi dia selalu jatuh kalah, tak berdaya melawan daya tarik rokok yang ukuran ga sebanding dengan ukuran 5 orang. Sama halnya dengan uang… sebenernya itu cuma kertas biasa, malahan ada banyak kertas yang lebih bagus kualitasnya, tapi kenapa kita kalo disuruh bakar ato robek kertas tersebut, kita dengan mudahnya sanggup merobeknya, tapi kita bakal mengalami pergumulan berat untuk merobek uang kertas 100 ribuan? Ada kekuatan apakah dibaliknya? Kekuatan yang sanggup menaklukkan kebanyakan pria hanya dengan menggunakan kertas dan tembakau, kepingan plastik bundar berbentuk DVD, dsb? Kekuatan yang sanggup menggerakkan orang untuk bekerja tanpa henti-hentinya dari pagi hingga malam dan besoknya begitu lagi, ga ada waktu istirahat, 7 hari seminggu, dst sampe dia mati.
Padahal kalo dipikir-pikir, kita datang telanjang keluar dari rahim ibu kita, kita pun pulang telanjang, yang bayarin tanah kuburan dan peti mati juga kemungkinan besar bukan kita, tapi orang-orang yang kita tinggalin. Tapi koq manusia ga sadar-sadar ya? Buat apa terus-terusan memperbudak diri di bawah kuasa Mamon, kuasa uang, yang sebenernya ga kita bawa mati.
Sadarkah kita bahwa begitu kita mati, semua harta kita bakal kita tinggalin, rumah kita mau semewah apa, mobil kita mau sebanyak apa, istri kita mo secantik apa… semua ditinggalin. Tubuh kita mati, harta benda kita tertinggal, tapi tinggal roh kita kembali menghadap Sang Pencipta, Sang Hakim yang adil, untuk diadili berdasarkan segala perbuatan kita di dunia, kalo Sang Hakim bilang tidak, ya Neraka telah menanti kita, kalo Sang Hakim bilang “Well done, my faithful servant” ya selamanya berbahagia bersama Sang Penciptanya di surga kekal sana.
Anehnya, orang-orang sekarang lebih mementingkan sesuatu yang sifatnya fana, yang sementara… ketimbang hidup kekal, keselamatannya. Yakin ga kita kalo Allah Bapa mengenal kita? Doa aja jarang-jarang, baca Alkitab apa lagi tapi masih berani berharap dapet hidup kekal. Mending pikir ulang deh, cari tau prioritas idupmu selama masih ada kesempatan. Tuhan Yesus memberkati.
Alvin Su (AS)
No comments:
Post a Comment